Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Alasan Orangtua Perlu Membatasi Bermain Smartphone di Depan Anak

ilustrasi anak bermain gawai (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)
Intinya sih...
  • Orangtua sibuk dengan gawai bisa membuat anak merasa diabaikan
  • Keteledoran orangtua bermain gawai dapat menyebabkan potensi kejadian tidak menyenangkan
  • Potensi terpapar konten digital berbahaya dan mengurangi quality time bersama keluarga

Orangtua tentu tidak ingin anaknya kecanduan gawai. Mereka kerap mewanti-wanti agar anak gak berlama-lama di depan layar. Mereka juga berkali-kali mengingatkan anak untuk melakukan aktivitas lain selain bermain gawai.

Namun, di kondisi atau situasi tertentu, justru orangtua sendirilah yang susah lepas dari gawai. Bahkan, sebagian dari mereka masih bermain gawai saat mengasuh. Sibuk dengan smartphone-nya di depan anak. Padahal, kalau hal ini dibiasakan, akan membawa dampak buruk terlebih bagi perkembangan sosial-emosional anak.

Ingat bahwa anak meniru orangtuanya dan orangtua merupakan teladan nyata baginya. Jadi, kalau orangtua gak ingin anaknya kecanduan, seharusnya kebiasaan orangtua bermain smartphone di depan anak juga harus diubah, kan? Ini dampak buruknya kalau orangtua masih terbiasa melakukan hal itu!

1. Anak merasa gak dipedulikan yang bisa berpengaruh ke pertumbuhan volume otaknya

ilustrasi orang tua dan anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Kalau kamu sebagai orangtua sibuk dengan gawaimu, terlepas itu urusan pekerjaan atau hiburan semata, anak akan punya perasaan diabaikan. Ini jika kondisi anak sedang bermain dan gak memegang gawai.

Saat anak melihat kamu begitu fokus dengan smartphone-mu, mereka akan merasa kamu mengabaikannya. Mereka bisa saja menyimpulkan bahwa kamu gak menyayanginya. Dilansir laman Alta Global School, perasaan merasa gak dipedulikan bisa berpengaruh ke pertumbuhan volume otak anak. Anak yang kerap merasa diabaikan oleh orangtuanya cenderung punya volume otak yang lebih kecil dibanding mereka yang senantiasa ditemani orangtuanya.

2. Potensi kejadian gak menyenangkan karena keteledoran orangtua

ilustrasi orang tua dan anak (pexels.com/Yan Krukau)

Gak sedikit kasus anak terluka karena lepas dari pengawasan orangtua. Salah satunya karena orangtua sibuk bermain gawai. Hal ini tentu penting diperhatikan, terlebih kalau anak terbilang aktif dan berusia di bawah lima tahun. Pada usia itu, anak sedang senang-senangnya mengeksplorasi lingkungan sekitar, mereka punya rasa ingin tahu yang tinggi.

Maka, pengawasan aktif diperlukan. Pengawasan aktif bukan sekadar ada di dekat anak, tetapi juga secara sadar memperhatikan perilaku anak di lingkungan. Dengan begitu, orangtua bisa mengidentifikasi potensi bahaya dan mencegah anak bertindak sembarangan yang dapat membahayakan dirinya sendiri juga orang lain.

3. Potensi terpapar konten digital yang berbahaya

ilustrasi anak menatap layar laptop (pexels.com/Jonathan Borba)

Anak bermain gawai bukan berarti orangtua juga ikut bermain gawai. Banyak dari orangtua yang ikut bermain gawai saat anaknya sedang bermain gawai karena meyakini anak akan baik-baik saja dan anteng-anteng saja. Padahal, pengawasan juga diperlukan saat anak dalam screen time-nya.

Orangtua harus memantau dengan cermat apa yang diakses anak untuk mencegah anak terpapar konten digital yang berbahaya. Di era digital ini, informasi begitu mudah terakses dan tersebar. Alih-alih ikut sibuk dengan gawai, akan lebih baik bagi orangtua untuk berinteraksi dengan anak, belajar lewat konten tertentu. Manfaatkan teknologi sebagai alat pembelajaran interaktif.

4. Mengurangi quality time bersama keluarga yang mempengaruhi bonding

ilustrasi anak bermain gawai (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Quality time itu gak hanya ketika kamu bisa bepergian bersama keluarga. Di dalam rumah pun, sebuah keluarga bisa melakukan quality time. Sebab, inti dari quality time adalah kehadiran penuh dan interaksi yang bermakna.

Kalau orangtua sibuk dengan gawaimu di depan anak, hal itu dapat mengurangi quality time keluarga. Padahal mungkin orangtua jarang ada waktu bersama keluarga (karena tuntutan pekerjaan misalnya), tapi sekalinya sedang bersama dalam waktu yang lama, orangtua malah sibuk dengan smartphone-nya sendiri. Maka, di waktu itu, alih-alih terus menatap layar ponsel, orangtua bisa melakukan quality time.

5. Memberikan contoh perilaku yang dinilai buruk

ilustrasi anak bermain gawai (pexels.com/MART PRODUCTION)

Anak adalah peniru terbaik dan orangtua adalah teladannya. Kalau orangtua sering bermain gawai di depan anak, ada kemungkinan anak juga melakukan hal yang sama. Namun, anak gak menilai perilaku itu buruk, justru anak menganggapnya sebagai suatu hal yang normal dan wajar dilakukan bahkan jika itu sebenarnya berlebihan. Pada akhirnya, anak bisa saja kecanduan gawai, menghabiskan lebih banyak waktu menatap layar sejak usia dini dibanding berinteraksi secara nyata di lingkungan sosial.

Karena orangtua merupakan teladan utama, orangtua sebaiknya mampu mengelola teknologi. Alih-alih mengajarkan anak berlama-lama bermain gawai, ajarkan tentang pentingnya menyeimbangkan waktu di depan layar dengan aktivitas lainnya yang lebih bermakna. Pengajaran ini gak terbatas pada perkataan, tetapi juga dengan mencontohkan dan bertindak, ya.

Membatasi penggunaan gawai di depan anak gak berarti harus berhenti menggunakannya. Ini soal kesadaran dan kehadiran di depan anak demi perkembangan optimalnya. Semoga kita senantiasa menjadi orangtua yang bijak dan bertanggung jawab serta terus belajar untuk itu, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dhana Kencana
EditorDhana Kencana
Follow Us